Kau
diam, hening, dan sepi
Aku
tak tau harus bertanya apa kepadamu
Sementara,
kau tetap berjalan dengan langkah lebarmu.
Lagi-lagi
kau meninggalkan langkah kecilku dan membiarkanku berjalan di belakangmu.
Tak
sedikitpun kau memberiku kesempatan untuk melangkah bersama di sampingmu
Dengan
melebarkan langkah, aku menyusul langkahmu. Aku berusaha untuk menyamakan langkah
kakiku dengan langkah kakimu agar aku tetap bisa melangkah bersama dan berjalan
seirama di sampingmu.
Kau
masih saja diam, diam dengan seribu bahasamu yang tak pernah bisa aku mengerti.
Aku
ingin mengajakmu berbicara.
Apa kau sedang banyak tugas? Kau menjawab “Bukanlah
disebut mahasiswa jika tak banyak tugas”
Apa kau tak ingin pulang, sekedar
menjenguk ayah dan ibumu di rumah?
Dengan tegas kaupun menjawab “akhir bulan
aku pulang”
Aku
diam, dan kau pun kembali diam dengan kaki yang terus melangkah maju.
“Tak inginkah kau mengajakku
berbicara?” (aku geram)
“Dasar kau, hanya bisa membuatku
jengkel akan sikapmu!!”
Aku jengkel dengan cuekmu
Aku jengkel dengan egomu
Aku jengkel dengan angkuhmu
Tak
sekalipun kau ingin mendengar ceritaku, selalu kau bantah ceritaku dengan
logikamu.
Selalu
kau membantah apa yang aku ucap.
Saat
aku bercerita tentang tugasku, kaupun langsung memotongnya. Kau bilang “tugasku jauh lebih rumit dari tugasmu”.
Kau selalu bilang seperti itu dan tak ingin sedikitpun mendengar ceritaku.
Kau
menjengkelkanku!
0 komentar:
Posting Komentar