Berada di ujung Desember
seperti telah menapaki kisaran waktu sepanjang tahun.
Mengumpulkan serpihan
cerita yang berserak, mengkaitkan setiap indah senyuman, tawa-canda, teguran,
dan mungkin tangisan.
Menyentuh sudut-sudut
hidup yang kadang meruncing, menyusun mosaik-mosaik hidup yang kadang
terpatahkan oleh keadaan, atau terlena dalam keindahan warna hidup yang
menawan.
Semua akan berkolaborasi
dalam suatu jalinan cerita yang terajut sepanjang tahun dengan pola yang telah
disiapkan oleh Dzat yang maha suci,
Illahi Rabbi.
Dalam sebuah pola sempurna
yang terkadang menjadi sebuah rahasia yang tak terungkap hikmahnya, dan terkadang
terasa sulit memaknai hingga datang masanya dan membuat tertegun, terpesona
seperti ketika melihat sekuntum bunga indah yang mekar di antara rerimbunan rumput-rumput
liar “Bunga Desember” (Haemanthus multiflorus).
Lebih baik seperti bunga Desember,
walaupun menunggu, namun menentu, waktu yang akan membuatnya indah. Tak seperti
aku yang hanya bisa menunggu waktu hingga penghujung usiapun belum tentu
berbunga indah.
Tengoklah Bunga itu, yang rela memamerkan
keindahannya hanya sekali dalam setahun. Bukan berarti hanya menunggu sang
waktu, namun bayangkan saja setahun menjaga diri hanya demi akan menampakkan
kecantikanya di tahun yang akan datang.
Bulan berganti dari musim kemarau
hanya berupa umbi, hingga musim hujan yang memaksanya mengontrol daya serap
akar agar tidak berlebih menyerap air hingga membusukkan batangnya. Akhir tahun
saat yang dinanti demi memamerkan keindahannya, Bunga itu rela menderita dalam
setahun.
Kini Apalah arti Aku dengan Bunga
Desember? Tengoklah bunga itu bukan “menunggu” namun “berjuang”. Bukan pula “Keangkuhan”,
namun “Kebanggaan”.
Sekarang katakanlah “Hai, masa depan
Aku siap menjemputmu dengan perjuangan!”.
0 komentar:
Posting Komentar